Info Halal#5: Apakah Tape/Tape Ketan Haram?

Info Halal#5: Apakah Tape/Tape Ketan Haram?

http://www.justtryandtaste.com/2015/02/yuk-kita-buat-tape-ketan.html

Ini sebenarnya adalah pertanyaan klasik yang muncul hampir disetiap bulan Ramadhan atau menjelang lebaran.

Penyebab Pertanyaan
Tape singkong ataupun ketan hitam adalah makanan tradisional yang sangat digemari masyarakat umum. Namun ternyata keduanya mengandung alkohol. Apakah ini berarti Tape haram?

Baru-baru ini ada hasil penelitian mengenai tape ketan yang dilaporkan di jurnal ilmiah International Journal of Food Sciences and Nutrition volume 52 halaman 347 – 357 pada tahun 2001. Pembuatan tape ketan dilakukan di lab mengikuti cara tradisional, tapi terkontrol dimana 200 g beras ketan dicuci, direndam selama 2 jam, dikukus 10 menit.

Beras ketan lalu dibasahi dengan air dengan cara merendamnya sebentar dalam air, dikukus lagi 10 menit, didinginkan, lalu diinokulasi (ditaburi) dengan 2 g starter (ragi tape merek Tebu dan NKL), dimasukkan kedalam cawan petri steril, lalu difermentasi pada suhu 30 derajat Celsius selama 60 jam.

Berikut adalah kadar etanol yang diperoleh berdasarkan pengukuran dengan menggunakan kit yang diperoleh dari Boehringer Mannheim:

kadar etanol (%) :
1. Pada 0 jam fermentasi tidak terdeteksi,
2. > 5 jam fermentasi kadar alkoholnya 0.165%,
3. > 15 jam 0.391%, setelah 24 jam 1.762%,
4. > 36 jam 2.754%,
5. > 48 jam 2.707% dan setelah 60 jam 3.380%.

Dari data tersebut terlihat bahwa setelah fermentasi 1 hari saja kadar alkohol tape telah mencapai 1.76%, sedangkan setelah 2.5 hari (60 jam) kadarnya menjadi 3.3%, bisa dibayangkan jika dibiarkan terus beberapa hari, bisa mencapai berapa %? (memang tidak akan naik terus secara linear, akan mencapai kadar maksimum pada suatu saat).


Penjelasan

Website Halalmui.org [1] menulis, Imam Abu Hanifah berpendapat khamar itu pasti mengandung alkohol dan haram; namun alkohol belum tentu khamar. Sebagai contoh, buah durian yang telah masak, itu mengandung alkohol, sehingga ada orang yang tidak kuat lalu menjadi mabuk karena memakannya. Demikian pula buah-buahan yang matang dan dibuat jus, itu mengandung alkohol. Namun para ulama tidak ada yang mengharamkan durian atau jus buah. Termasuk dalam kategori ini adalah tape. Ia mengandung alkohol, tetapi bukan khamar. Pada kenyataannya juga, tidak ada orang yang mabuk atau sengaja mau mabuk dengan memakan tape. Imam Abu Hanifah menyebut makanan/minuman yang mengandung alkohol ini sebagai Nabidz, bukan khamar.

Berkenaan dengan Nabidz ini, Imam Abu Hanifah berpendapat pula, kalau Nabidz itu dapat menyebabkan mabuk, maka ia haram. Tetapi kalau tidak menyebabkan mabuk, maka ia halal.

Pada website yang lain, www,halalcorner,com, dengan gamblang ditulis sebagai berikut

Mengenai khamar, dalam menetapkan hukumnya yang pertama dikemukakan adalah hukum syar’inya, sedangkan ilmiah atau empiris (seperti adanya alkohol atau kadar alkohol) hanya bersifat mendukung saja. Dalam menetapkan hukum pun tidak hanya diambil satu dua dalil saja akan tetapi harus dilihat keseluruhan dalil karena semua dalil tersebut bersifat saling menguatkan dan melengkapi.

Dalil yang pertama dalam masalah khamar berbunyi

“Setiap yang memabukkan adalah khamar (termasuk khamar) dan setiap khamar adalah diharamkan”
(Hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud dari Abdullah bin Umar),

Dalil yang kedua berbunyi

“Khamar itu adalah sesuatu yang mengacaukan akal”
(pidato Umar bin Khattab menurut riwayat Bukhari dan Muslim).

Dalam memahami kedua dalil ini maka yang harus disadari adalah ini berlaku bagi segala sesuatu yang biasa dikonsumsi seperti minuman beralkohol (alcoholic beverages), ganja (dilinting dan dirokok), hasis, morfin (disuntikkan), bubuk narkoba (dihirup), dll.

Untuk sesuatu yang tidak biasa dikonsumsi seperti alkohol dalam bentuk murninya dan pelarut pelarut organik lainnya (alkohol atau etanol adalah salah satu jenis pelarut organik) seharusnya tidak terkena hukum ini karena mereka tidak dikonsumsi.

Akan tetapi, masalahnya jika dalilnya hanya yang dua itu saja maka akan banyak timbul pertanyaan diantaranya kalau hanya sedikit saja bagaimana?

Nah, untuk itu ada kaidah fiqih lainnya yang dasarnya adalah hadis yang berbunyi:

“Jika banyaknya memabukkan maka sedikitnya juga haram“.

Jadi, kalau dalam kondisi biasa dikonsumsi bersifat memabukkan maka sedikitnya pun haram.

Apa cukup dalil-dalil itu? Ternyata masih ada dalil lain, hal ini juga untuk memudahkan untuk mengenali khamar, dasarnya adalah hadis yang menyebutkan bahwa Rasulullah saw sewaktu berbuka puasa disodori jus yang sudah mengeluarkan gelembung (gas), ternyata Rasulullah saw menolaknya dan menyebutkan itulah minuman ahli neraka (khamar).

Dari sini bisa disimpulkan salah satu ciri khamar yang dibuat dari jus buah atau yang sejenisnya adalah adanya gas yang keluar dari jus tersebut (bukan gas karbondioksida atau CO2 yang sengaja ditambahkan seperti pada minuman berkarbonasi/carbonated beverages) yang berarti telah terjadi fermentasi alkohol dan telah mencapai batas memabukkan berdasarkan batasan proses dan ciri-ciri produk.

Bagaimana dengan tape? Coba kita kaji dengan dalil-dalil yang telah dijelaskan diatas. Menurut Erwin (dalam Tita, 2004), mengenai alkohol dalam tape adalah:

1.Apakah tape yang baru jadi (masih segar) bersifat memabukkan? Belum ada yang melaporkan bahwa tape yang baru jadi ini memabukkan. Berarti tape yang baru jadi tidak terkategorikan khamr sebagaimana hadist  berikut: “Setiap yang memabukkan adalah khamr dan setiap khamr adalah diharamkan”. (Hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud dari Abdullah bin Umar).

2.Apakah tape dibuat dari jus yang diperam lebih dari dua hari? Memang  bukan dibuat dari jus, akan tetapi begitu tape (khususnya tape ketan) disimpan pada suhu ruang maka akan terbentuk jus yang bisa dianalogikan dengan jus buah-buahan yang tidak boleh diperam lebih dari dua hari.

3.Apakah terbentuk gelembung? Jika tape ketan disimpan lebih dari dua hari  biasanya tebentuk cairan yang mengeluarkan gelembung gas dan busa. Ini dianalogikan dengan jus yang ditolak oleh Rosululloh saw sewaktu  berbuka puasa, Beliau disodori jus yang sudah mengeluarkan gelembung

Tape singkong (peuyeum) akan lebih banyak kandungan alkoholnya bila dibuat dengan cara ditumpuk, dengan cara ini kondisi lebih bersifat anaerobik; jadi sesuai dengan fenomena “Pasteur Effect” maka produksi alkohol menjadi lebih banyak. Bila dibuat dengan cara digantung seperti yang terjadi pada peuyeum Bandung, maka cenderung lebih manis, karena lebih aerobik. Pada kondisi yang lebih aerobik ini, yeast (ragi) cenderung lebih banyak menghasilkan amilase dan atau amiloglukosidase, dua enzim yang bertanggung jawab dalam penguraian karbohidrat menjadi glukosa dan atau maltosa.

Oleh sebab itu relatif lebih aman membeli tape gantung atau peuyeum Bandung. Akan tetapi, untuk jenis tape singkong lainnya ya perlu hati-hati, khususnya kalau sudah berair, itu sudah meragukan karena mungkin sudah mengandung alkohol yang relatif tinggi. Menghindari tape singkong yang sudah berair adalah yang sebaiknya.

Untuk tape ketan, kita masih perlu berhati-hati terkait waktu peram dan apakah tape ketan  sudah bergelembung atau belum.

Walaupun demikian, perlu diketahui bahwa belum ada fatwa mengenai tape ini. Oleh karena itu pilihan ada di tangan masing-masing, mana pendapat yang akan diikuti. Apabila ingin menjaga dari hal-hal yang meragukan maka menghindari makanan yang meragukan (syubhat) adalah yang utama.

sumber
[1] http://www.halalmui.org/mui14/index.php/main/detil_page/48/2253
[2] http://www.halalcorner.id/hukum-tentang-tape-ketan-hitam-dan-singkong/
[3] http://www.academia.edu/8192423/TEKNOLOGI_HASIL_FERMENTASI_MAKANAN_TAPE_DALAM_PERSPEKTIF_ISLAM

0 komentar :

 
Copyright © 2015. Kedai Family